michaelsonmelrose.com – Sebuah langkah besar dilakukan Indonesia di tengah gempuran isu perubahan iklim global.
Kini, minyak jelantah yang selama ini dianggap limbah, resmi diolah menjadi bahan bakar pesawat rendah emisi.
Inovasi ini dikembangkan oleh PT Pertamina (Persero) dan telah diuji berhasil dalam penerbangan komersial di tanah air.
Bahan bakar ramah lingkungan tersebut dikenal dengan nama Sustainable Aviation Fuel (SAF) — teknologi baru yang mampu memangkas emisi karbon hingga 80% dibanding bahan bakar fosil biasa.
Langkah ini bukan sekadar simbol hijau. Ia menandai awal revolusi energi penerbangan di Asia Tenggara, di mana Indonesia kini berdiri di garis depan.
Baca Juga: “Terungkap! Fakta Baru di Sidang Kasus TikTok Banyuwangi“
Minyak Sisa Gorengan Kini Terbang di Langit Indonesia
SVP Business Development PT Pertamina (Persero), Wisnu Medan Santoso, mengungkapkan bahwa pengembangan SAF telah dilakukan lebih dari satu dekade — mulai dari riset bahan baku, penyulingan, hingga sertifikasi.
Limbah minyak goreng yang biasa dibuang kini berubah menjadi energi bernilai tinggi.
“Kami memandang SAF bukan sekadar inovasi, tetapi strategi ekonomi sirkular. Indonesia punya potensi besar dari limbah minyak jelantah, dan kami komit mengubahnya jadi bahan bakar bernilai tinggi,” jelas Wisnu.
Riset panjang tersebut kini membuahkan hasil. Produk SAF Pertamina telah diuji terbang bersama Pelita Air dan dinyatakan aman digunakan tanpa modifikasi mesin pesawat.
Performa mesin tetap stabil, efisien, dan menunjukkan potensi besar untuk produksi massal.
Airbus dan Garuda Indonesia Buka Jalan Penerbangan Hijau
Dukungan datang dari dua raksasa dunia penerbangan — Airbus Indonesia dan Garuda Indonesia.
Ridlo Akbar, Senior Manager Business Growth Airbus Indonesia, menyebut SAF sebagai solusi paling realistis menuju penerbangan rendah emisi.
“Sebagai drop-in fuel, SAF bisa digunakan langsung tanpa ubah mesin atau bandara. Secara teknis, emisi bisa turun sampai 80%,” ujarnya.
Airbus bahkan menargetkan semua pesawatnya terbang dengan campuran SAF hingga 50% pada tahun 2030.
Sementara Garuda Indonesia sudah lebih dulu membuktikan kemampuan bahan bakar ini di rute reguler Amsterdam–Jakarta.
Heri Martanto, Caretaker Corporate Sustainability Group Head Garuda Indonesia, menjelaskan bahwa hasil uji coba membuktikan SAF aman, efisien, dan memberikan kontribusi nyata terhadap penurunan emisi karbon.
“Tidak ada gangguan operasional. SAF justru memperkuat performa mesin dan menekan emisi hingga 80%,” tegasnya.
Menuju Era Baru Aviasi Dunia, Dimulai dari Indonesia
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menyebut forum SAF yang digelar baru-baru ini sebagai momen penting untuk memperkuat kolaborasi nasional.
Forum tersebut mempertemukan Pertamina, Garuda Indonesia, Airbus, serta pemangku kebijakan untuk menegaskan kesiapan Indonesia dalam menghadirkan energi penerbangan berstandar global.
“Forum ini menjadi ruang penting untuk memperkuat kolaborasi dan menunjukkan kesiapan teknis Indonesia menghadirkan bahan bakar penerbangan berkelanjutan,” ungkap Mars Ega.
Melalui inovasi ini, Indonesia memperlihatkan bahwa transisi energi hijau bisa dimulai dari sesuatu yang sederhana — minyak jelantah di dapur rakyat.
Kini, bahan yang dulu dianggap limbah justru terbang mengantarkan penumpang lintas benua.
Langkah Besar Menuju Target Net Zero Emission 2060
Pengembangan SAF menjadi bagian dari komitmen pemerintah menuju Net Zero Emission 2060.
Dengan cadangan minyak jelantah yang melimpah dan dukungan teknologi dari Pertamina, Indonesia berpeluang menjadi produsen utama bahan bakar hijau untuk industri penerbangan global.
Inovasi ini bukan hanya soal energi, tapi tentang masa depan — masa depan di mana pesawat terbang membawa harapan baru bumi yang lebih bersih.
Baca Juga: “Drama di Balik Kursi Kluivert: 5 Kandidat Siap Rebut Posisi Utama“




Leave a Reply