michaelsonmelrose.com — Modus love scam dan penipuan jualan online palsu kini semakin marak di kalangan netizen Indonesia.
Menurut data Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu), lebih dari 10 ribu WNI telah terlibat atau menjadi korban praktik penipuan daring sejak tahun 2020.
Tren ini menunjukkan bahwa kejahatan siber tidak lagi terbatas pada pencurian data, tetapi juga menyasar emosi dan kepercayaan pengguna internet.
Modus Love Scam: Dari Janji Cinta ke Perangkap Finansial
Pelaku love scam umumnya memulai pendekatan melalui aplikasi kencan, pesan pribadi, atau media sosial.
Mereka menciptakan identitas palsu dan membangun kedekatan emosional dengan calon korban.
Setelah hubungan terjalin, pelaku mulai meminta uang dengan berbagai alasan, seperti biaya pengobatan, tiket pesawat, atau biaya pengiriman hadiah.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa sebagian korban bahkan dijebak ke luar negeri untuk dijadikan bagian dari jaringan kejahatan siber dan perdagangan orang (TPPO).
“Korban dikirim ke negara tertentu, dipaksa bekerja di perusahaan penipuan online, dan sulit melarikan diri karena dokumen mereka disita,” ujarnya.
Menurut Kemlu, sindikat ini beroperasi secara profesional dan lintas negara, dengan markas di Kamboja, Myanmar, hingga Laos.
Banyak korban awalnya tidak sadar bahwa hubungan mereka hanyalah jebakan yang dikendalikan oleh kelompok kriminal terorganisir.
Baca Juga: “AS Didesak Segera Jual Emas untuk Beli Bitcoin dan Bayar Utang“
Jualan Online Palsu: Transaksi Tokoh Gelap di Balik Layar
Selain love scam, penipuan jualan online palsu juga meningkat tajam.
Akun palsu menawarkan produk dengan harga tidak wajar di platform marketplace atau media sosial.
Setelah pembayaran dilakukan, barang tak dikirim dan akun penjual langsung menghilang.
Salah satu kasus besar melibatkan 97 WNI yang kabur dari perusahaan penipuan online di Kamboja pada 2025.
Investigasi menunjukkan bahwa operasi tersebut dikelola oleh sindikat internasional dengan ribuan akun palsu aktif di berbagai negara Asia Tenggara.
“Ini bukan penipuan kecil, tapi kejahatan terorganisir berskala regional,” kata pejabat Kemlu dalam konferensi pers.
Pihak berwenang juga menemukan bahwa pelaku sering memanfaatkan iklan berbayar dan algoritma media sosial untuk menjangkau lebih banyak korban.
Tren ini memperlihatkan bagaimana teknologi digital yang awalnya memudahkan transaksi, kini juga menjadi lahan subur kejahatan siber.
Angka & Dampak Nyata Korban
Kemlu RI mencatat bahwa praktik penipuan online melibatkan WNI di 10 negara, dengan sekitar 1.500 orang menjadi korban eksploitasi langsung.
Sebagian besar kasus berujung pada kerugian finansial besar, kehilangan pekerjaan, hingga trauma psikologis jangka panjang.
Seorang korban asal Jawa Timur yang dihubungi oleh Tempo mengaku kehilangan hampir Rp200 juta setelah berbulan-bulan berhubungan dengan pelaku love scam yang mengaku sebagai dokter di luar negeri.
“Saya benar-benar percaya karena semua komunikasinya terasa nyata. Setelah uang dikirim, dia langsung hilang,” ujarnya.
Kasus serupa terus bermunculan di berbagai daerah.
Kepolisian RI dan Interpol kini bekerja sama untuk menindak jaringan lintas batas yang memanfaatkan WNI sebagai pekerja dan korban penipuan digital.
Cara Melindungi Diri
Untuk mencegah menjadi korban love scam atau jualan online palsu, pemerintah dan lembaga keuangan memberikan sejumlah imbauan penting:
- Verifikasi identitas sebelum bertransaksi online atau menjalin hubungan daring.
- Gunakan platform pembayaran aman dengan sistem escrow atau rekening bersama.
- Hindari transfer uang ke orang asing yang baru dikenal.
- Laporkan akun mencurigakan ke pihak berwenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kominfo, atau kepolisian.
- Waspadai tawaran pekerjaan luar negeri yang meminta uang di muka atau dokumen pribadi.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk meningkatkan literasi digital agar mampu mengenali pola komunikasi pelaku.
Edukasi publik dinilai sebagai langkah paling efektif dalam menekan angka korban di masa depan.
Analisis: Mengapa Praktik Ini Terus Meningkat?
Pakar keamanan siber dari Universitas Indonesia, Rama Satrio, menilai peningkatan kasus disebabkan oleh kemudahan teknologi dan lemahnya literasi digital masyarakat.
“Pelaku memanfaatkan algoritma media sosial dan emosi manusia. Korban merasa punya hubungan pribadi, padahal itu jebakan sistematis,” ujarnya.
Selain itu, situasi ekonomi global yang tidak stabil membuat banyak orang tertarik pada tawaran cepat menghasilkan uang, tanpa sadar masuk ke perangkap.
Kurangnya pengawasan platform digital juga memperluas ruang gerak pelaku untuk beraksi lintas negara tanpa mudah terlacak.
Penegakan hukum memang meningkat, namun tantangan terbesar tetap pada edukasi publik dan kolaborasi antarnegara.
Kemlu menegaskan akan terus bekerja sama dengan kepolisian internasional dan negara ASEAN lain untuk membongkar jaringan penipuan lintas batas tersebut.
Penutup
Kasus love scam dan penipuan jualan online palsu bukan sekadar kejahatan digital — ini sudah menjadi masalah sosial dan ekonomi yang meluas.
Pemerintah mendorong peningkatan literasi digital nasional agar masyarakat tidak mudah tertipu oleh rayuan asmara palsu atau tawaran harga murah yang menyesatkan.
Dengan kewaspadaan tinggi, kolaborasi aparat, dan peran aktif masyarakat, Indonesia dapat menekan laju kejahatan daring yang semakin kompleks ini.
Kita semua berperan dalam menjaga keamanan finansial, privasi, dan reputasi digital di tengah dunia maya yang makin tak terbatas.
Baca Juga: “AirAsia Pindah ke Terminal 2E Soekarno-Hatta Mulai 26 Oktober“




Leave a Reply